HASIL DAN PEMBAHASAN
Penetapan
Kadar Glukosa
Metode yang banyak digunakan
untuk perhitungan kadar glukosa bergantung pada
kemampuan glukosa untuk mereduksi larutan tembaga alkali. Pereaksi mengandung asam fosfomolibdat
yang dapat membentuk warna biru akibat adanya kombinasi tembaga tereduksi. Namun metode
ini memiliki kerugian, yaitu warna berangsur-angsur memudar
dibandingkan dengan larutan standar glukosa dengan perlakuan yang sama. Metode Folin Wu merupakan metode yang
digunakan untuk membuat filtrat bebas protein dengan pengendapan protein oleh pembentukan asam tungstat. Endapan
terjadi akibat adanya kombinasi anion asam dengan
bentuk kationik dari protein (Muray 2009).
Percobaan pengukuran kadar glukosa menggunakan tabung
blanko, standar, uji kontrol (+), kontrol (-), penambahan inhibitor Fluorid,
serta inhibitor Arsenat. Tabung blanko diisi dengan akuades dan pereaksi
tembaga alkalis. Tabung standar diisi dengan standar glukosa dan pereaksi
tembaga alkalis. Sedangkan tabung uji diisi dengan pereaksi tembaga alkalis dan
larutan B yang merupakan hasil dari filtrat bebas protein cara Folin Wu. Metode ini memiliki beberapa keuntungan, antara lain hanya dibutuhkan dua pelarut, filtrat yang terbentuk lebih netral, dan proses filtrat lebih cepat (Haden 1923). Prosedur
selanjutnya adalah isi dari tabung dicampur dengan cara menggoyangkan
tabung, lalu dimasukkan ke dalam penangas air mendidih selama 8 menit dan
didinginkan 3 menit.
Isi dari tabung-tabung tersebut dicampur dengan asam
fosfomolibdat dan didiamkan selamat 3 menit. Filtrat yang terbentuk berwarna biru dan
menyatakan jumlah tembaga yang direduksi oleh glukosa tersisa, dengan demikian semakin tinggi
intensitas warna biru menunjukan jumlah glukosa sisa yang tinggi pada filtrat. Pernyataan ini sesuai dengan pendapa Girindra
(1989) bahwa kupritartrat digunakan untuk pembentukan
warna biru ketika ditambahkan pereaksi fosfomolibdat, karena larutan ini
mengandung asam laktat dan ion Cu+. Kemudian isi tabung tersebut dimasukkan ke labu takar hingga
batas tera, dan akhirnya dilihat nilai absorbansinya menggunakan spektrometer. Menurut Sentrabd (2007),
pengamatan dengan spektronik-20 menggunakan prinsip hukum Lambert Beer. Faktor
yang mempengaruhi adalah konsentrasi larutan dan bentuk wadah. Bagian sinar
yang diserap akan tergantung pada berapa banyak molekul yang beinteraksi dengan
sinar. Jika zat warna tersebut berupa larutan pekat, maka akan diperoleh
absorbansi yang sangat tinggi karena ada banyak molekul yang berinteraksi dengan sinar. Akan tetapi, dalam larutan
yang sangat encer, sangat sulit untuk melihat warnanya.. Setelah perhitungan
nilai absorbansi pada spektrometer, dihitung kadar glukosanya seperti yang
tertera dilampiran, sehingga didapat nilai kadar glukosa seperti yang tercantum
pada tabel berikut.
Tabel 2. Hasil
perhitungan penetapan kadar glukosa
Ragi
|
Kontrol (+)
|
Kontrol (-)
|
Inhibitor Fluorid
|
Inhibitor Arsenat
|
Roti
|
479,17
|
150
|
116,67
|
104,17
|
Oncom
|
412,5
|
1587,5
|
1283,3
|
16,67
|
Tape
|
154,17
|
2616,67
|
158,3
|
1200
|
Berdasarkan perhitungan kadar glukosa oncom, glukosa
sisa kontrol (-) (1587,5 mg/ml) lebih besar daripada inhibitor fluorid (1283,3
mg/ml) serta kontrol (+) (412,5 mg/ml), dan kadar glukosa terendah adalah inhibitor
arsenat (16,67 mg/ml). Kadar glukosa sisa terendah pada
filtrat dengan penambahan inhibitor arsenat
menunjukan bahwa justru semakin banyak glukosa yang difermentasi menjadi etanol. Hal ini terjadi akibat kesalahan pada prosedur percobaan.
Adanya rentang waktu yang cukup lama
sebelum pengukuran dengan
spektrometer diakibatkan oleh listrik dilaboratorium mati.
Perhitungan kadar glukosa pada tape, nilai glukosa
sisa kontrol (-) (2616,67 mg/ml) lebih besar daripada inhibitor arsenat (1200
mg/ml), inhibitor fluorid (158,3), dan kontrol (+) (154,17 mg/ml). Semakin banyak glukosa yang
tersisa menunjukan bahwa semakin sedikit glukosa yang difermentasi menjadi
etanol. Fitrat kontrol (-) dihasilkan dari campuran
glukosa dengan suspensi ragi yang telah dipanaskan pada suhu diatas 60oC, sedangkan kontrol (+) adalah tanpa pemanasan
suspensi ragi terlebih dahulu. Kadar
glukosa sisa pada kontrol (-) lebih tinggi dibandingkan
dengan kontrol (+). Hal ini dapat diakibatkan
karena rusaknya enzim pada ragi saat
pemanasan sehingga proses fermentasi terhambat. Menurut Hafiz
(2000) ,kerja
enzim maksimum pada suhu tertentu. Bila suhu ditingkatkan terus, jumlah enzim
yang aktif akan berkurang karena mengalami denaturasi. Kecepatan reaksi
enzimatik mencapai puncaknya pada suhu optimum. Sebagian besar enzim menjadi
tidak aktif pada pemanasan sampai ± 60° C, karena terjadi denaturasi protein
enzim.
Sedangkan pada perhitungan kadar glukosa roti, nilai
kontrol (+) yaitu 479,17 mg/ml lebih besar daripada kontrol (-) (150 mg/ml).
Sedangkan inhibitor fluorid (116,67 mg/ml) dan inhibitor arsenat (104,17 mg/ml)
memiliki glukosa sisa terendah. Penyimpangan ini karena adanya rentang waktu
yang cukup lama setelah penambahan asam fosfomolibdat keprosedur pembacaan absorbansi pada
spektrometer. Secara keseluruhan kadar glukosa tertinggi adalah tape dan yang
terendah adalah roti. Menurut
D
Manurung (2010),reaksi dalam
fermentasi berbeda-beda tergantung pada jenis gula yang digunakan dan produk
yang dihasilkan.
DAFTAR PUSTAKA
D Manurung . 2010. Chapter II.
[terhubung
berkala] http://repository.usu.ac.id. [
29
Februari 2012].
Girinda, A.
1989. Biokimia Patologi. Bogor: IPB Press.
Haden,RL.
1923. A Modification of The Folin-Wu Method
for Making Protein- FreeBlood
Filtrates. The Journal of Biological Chemistry.
937- 943. [terhubung berkala] http://www.jbc.org [29 Februari
2012].
Muray ,
Robert K. 2009. Biokimia
Harper Edisi 27. Jakarta : EGC.
Sentrabd.
2007. Spectrophoto meter AbsorbsiUV/VIS.
[terhubung
berkala] http://sentrabd.com/main/info/Insight/Spectrophotometer.html. [
29
Februari 2012].
Tidak ada komentar:
Posting Komentar