4.1 Pengobatan Hipertensi
Menurut Gunawan (2001) terdapat dua jenis pengobatan untuk
penderita hipertensi, yaitu pengobatan farmakologik dan non farmakologik
(diet). Keputusan untuk memberikan pengobatan
farmakologik mempertimbangkan beberapa faktor, yaitu derajat kenaikan TD,
adanya kerusakan organ target, dan adanya penyakit kardiovaskuler. Tujuan
pengobatan adalah menurunkan morbiditas dan mortalitas akibat hipertensi dengan
memelihara tekanan darah sistolik dibawah 140 mmHg, tekanan diastolik dibawah
90 mmHg disamping mencegah resiko penyakit kardiovaskuler lainnya.
Pendekatan utama terapi farmakologis
dalam terapi hipertensi adalah menurunkan curah jantung, menurunkan volume
darah, dan menurunkan resistensi perifer. Berdasarkan efek terapeutik, obat
yang menurunkan curah jantung adalah beta blocker dan penghambat saraf
adrenergik. Obat untuk menurunkan tahanan perifer adalah vasodilator,
penghambat reserptor a-adrenergik, obat yang bekerj sentral, antagonis kalsium,
ACE inhibitor, ARB, dan diuretik (dalam jangka panjang). Sedangkan obat untuk
menurunkan volume darah adalah diuretik. Terdapat empat jenis obat yang paling
banyak digunakan, yaitu diuretika, beta-blocker, kalcium
antagonis, dan ACE inhibitor (Peter 1996).
Diuretika menambah kecepatan pembentukan urin atau meningkatkan eskresi air, natrium,
klorida. Selain itu juga menurunkan volume darah dan tekanan darah akibat
berkurangnya curah jantung. Beta blocker (penghambat
adrenergik) menghambat reseptor beta adrenergic,
pengurangan denyut jjantung dan kontraktilitas
miokard. Antagonis calcium menghambat masuknya
ion Ca melewati
slow channel yang terdapat pada membran sel dilatasi arteriol perifer dan
koroner yang menyebabkan tahanan perifer menurun, menghambat
kontraksi otot jantung. Antagonis calcium memiliki efek samping yaitu konstipasi,
mual, pusing, sakit kepala, hipotensi, dan edema. ACE inhibitor
menghambat pembentukan angiotensin II dari
angiotensin I. ACE inhibitor juga memiliki efek samping
yaitu batuk kering, angioedema, hiperkalemia,
dangangguan pengecapan (Peter 1996).
Jenis
pengobatan yang kedua adalah non farmakologik (diet). Modifikasi diet atau
pengaturan diet sangat penting pada klien hipertensi, tujuan utama dari
pengaturan diet hipertensi adalah mengatur tentang makanan sehat yang dapat
mengontrol tekanan darah tinggi dan mengurangi penyakit kardiovaskuler. Secara
garis besar, ada empat macam diet untuk menanggulangi atau minimal
mempertahankan keadaan tekanan darah , yakni : diet rendah garam, diet rendah
kolestrol dan lemak terbatas, tinggi serat, dan rendah kalori bila kelebihan
berat badan (Marvyn 1995).
Diet
rendah garam diberikan kepada pasien dengan edema atau asites serta hipertensi.
Tujuan diet rendah garam adalah untuk menurunkan tekanan darah dan untuk
mencegah edema dan penyakit jantung (lemah jantung). Adapun yang disebut rendah
garam bukan hanya membatasi konsumsi garam dapur tetapi mengkonsumsi makanan
rendah sodium atau natrium (Na). Oleh karena itu yang sangat penting untuk
diperhatikan dalam melakukan diet rendah garam adalah komposisi makanan yang harus
mengandung cukup zat – zat gizi, baik kalori, protein, mineral maupun vitamin
dan rendah sodium dan natrium (Gunawan 2001).
Sumber
sodium antara lain makanan yang mengandung soda kue, baking powder,
MSG(Monosodium Glutamat), pengawet makanan atau natrium benzoat (Biasanya
terdapat didalam saos, kecap, selai, jelly), makanan yang dibuat dari mentega
serta obat yang mengandung natrium (obat sakit kepala . Bagi penderita
hipertensi, biasakan penggunaan obat dikonsultasikan dengan dokter terlebih
dahulu (Marvyn 1995).
Diet
rendah kolestrol dan lemak terbatas. Di dalam tubuh terdapat tiga bagian lemak
yaitu : kolestrol, trigeserida, dan pospolipid.Tubuh memperoleh kolestrol dari
makanan sehari – hari dan dari hasil sintesis dalam hati. Kolestrol dapat berbahaya
jika dikonsumsi lebih banyak dari pada yang dibutuhkan oleh tubuh, peningkatan
kolestrol dapat terjadi karena terlalu banyak mengkonsumsi makanan yang
mengandung kolestrol tinggi dan tubuh akan mengkonsumsi sekitar 25 – 50 % dari
setiap makanan (Smith 1995).
Diet
tinggi serat sangat penting pada penderita hipertensi, serat terdiri dari dua
jenis yaitu serat kasar (Crude fiber)
dan serat kasar banyak terdapat pada sayuran dan buah–buahan, sedangkan serat
makanan terdapat pada makanan karbohidrat yaitu : kentang, beras, singkong dan
kacang hijau. Serat kasar dapat berfungsi mencegah penyakit tekanan darah
tinggi karena serat kasar mampu mengikat kolestrol maupun asam empedu dan
selanjutnya membuang bersama kotoran. Keadaan ini dapat dicapai jika makanan yang
dikonsumsi mengandung serat kasar yang cukup tinggi (Gunawan 2001).
Menurut Gunawan
(2001) diet rendah kalori dianjurkan
bagi orang yang kelebihan berat badan. Kelebihan berat badan atau obesitas
akan berisiko tinggi terkena hipertensi. Demikian juga dengan orang yang
berusia 40 tahun mudah terkena hipertensi. Dalam perencanaan diet, perlu
diperhatikan hal – hal berikut :
1. Asupan
kalori dikurangi sekitar 25% dari kebutuhan energi atau 500 kalori untuk
penurunan 500 gram atau 0.5 kg berat badan per minggu
2. Menu
makanan harus seimbang dan memenuhi kebutuhan zat gizi
3. Perlu
dilakukan aktifitas olah raga ringan.
4.2 Pencegahan Hipertensi
Haruslah diakui sangat sulit untuk mendeteksi
dan mengobati penderita hipertensi secara adekuat, harga obat-obat antihipertensi
tidaklah murah, obat-obat baru amat mahal, dan mempunyai banyak efek samping.
Untuk alasan inilah pengobatan hipertensi memang penting tetapi tidak lengkap
tanpa dilakukan tindakan pencegahan untuk menurunkan faktor resiko penyakit
kardiovaskuler akibat hipertensi.
Pencegahan hipertensi dilakukan melalui
dua pendekatan : i) intervensi untuk menurunkan tekanan darah di populasi
dengan tujuan menggeser distribusi tekanan darah kearah yang lebih rendah.
Penurunan TDS sebanyak 2 mmHg di populasi mampu menurunkan kematian akibat
stroke, PJK, dan sebab-sebab lain masing-masing sebesar 6%, 4% dan 3%.
Penurunan TDS 3 mmHg ternyata dapat menurunkan kematian masing-masing sebesar
8%, 5% dan 4%. ii) strategi penurunan tekanan darah ditujukan pada mereka yang
mempunyai kecenderungan meningginya tekanan darah, kelompok masyarakat ini
termasuk mereka yang mengalami tekanan darah normal dalam kisaran yang tinggi
(TDS 130-139 mmHg atau TDD 85-89 mmHg), riwayat keluarga ada yang menderita hipertensi,
obsitas, tidak aktif secara fisik, atau banyak minum alkohol dan garam (Marvyn
1995).
Berbagai cara yang terbukti mampu
untuk mencegah terjadinya hipertensi, yaitu pengendalian berat badan, pengurangan
asupan natrium klorida, berhenti merokok, beraktivitas, meminimalkan minum
minuman beralkohol, dan pengendalian stres. Pencegahan darah tinggi memungkinkan
seseorang untuk terhindar dari berbagai jenis komplikasi. Mempertahankan berat
badan normal akan menurunkan resiko terkena darah tinggi. Hasil penelitian menunjukkan penurunan berat badan sebesar 5,9
pounds berkaitan dengan penurunan TDS dan TDD sebesar 1,3 mmHg dan 1,2
mmHg (Marvyn
1995).
Garam
dapur merupakan faktor yang sangat dalam patogenesis hipertensi. Hipertensi
hampir tidak pernah ditemukan pada suku bangsa dengan asupan garam yang
minimal. Asupan garam kurang dari 3 gram tiap hari menyebabkan hipertensi yang
rendah jika asupan garam antara 5-15 gram per hari, prevalensi hipertensi
meningkat menjadi 15-20%. Pengaruh asupan garam terhadap timbulnya hipertensi
terjadi melalui peningkatan volume plasma, curah jantung, dan tekanan darah. Garam mempunyai sifat menahan
air. Mengkonsumsi garam lebih atau makan-makanan yang diasinkan dengan
sendirinya akan menaikan tekanan darah. Hindari pemakaian garam yang berlebih
atau makanan yang diasinkan. Hal ini tidak berarti menghentikan pemakaian garam
sama sekali dalam makanan. Sebaliknya jumlah garam yang dikonsumsi batasi (Sobel 1999).
Merokok
merupakan salah
satu faktor yang dapat diubah, adapun hubungan merokok dengan hipertensi adalah
nikotin akan menyebabkan peningkatan tekanan darah karena nikotin akan
diserap pembuluh darah
kecil dalam paru-paru dan diedarkan oleh pembulu darah hingga ke otak, otak
akan bereaksi terhadap nikotin dengan memberi sinyal pada kelenjar adrenal untuk melepas
efinefrin (Adrenalin). Hormon yang kuat ini akan menyempitkan pembuluh darah dan memaksa jantung
untuk bekerja lebih berat karena tekanan yang lebih tinggi. Selain itu, karbon
monoksida dalam asap rokokmenggantikan oksigen dalam darah. Hal ini akan
menagakibatkan tekanan
darah karena jantung dipaksa memompa untuk memasukkan oksigen yang cukup
kedalam organ dan
jaringan tubuh (Sobel 1999).
Aktivitas
sangat mempengaruhi terjadinya hipertensi, dimana pada orang yang sering beraktvitas
akan cenderung mempunyai frekuensi denyut jantung yang lebih tingi sehingga
otot jantung akan harus bekerja lebih keras pada tiap kontraksi. Makin keras
dan sering otot jantung memompa maka makin besar tekanan yang dibebankan pada
arteri (Smith 1995).
Stress
juga sangat erat merupakan masalah yang memicu terjadinya hipertensi dimana
hubungan antara stress dengan hipertensi diduga melalui aktivitas saraf
simpatis peningkatan saraf dapat menaikan tekanan darah secara intermiten
(tidak menentu). Stress yang berkepanjangan dapat mengakibatkan tekanan darah
menetap tinggi. Walaupun hal ini belum terbukti akan tetapi angka kejadian di
masyarakat perkotaan lebih tinggi dibandingkan dengan di pedesaan. Hal ini
dapat dihubungkan dengan pengaruh stress yang dialami kelompok masyarakat yang
tinggal di kota. Stres
tidak menyebabkan hipertensi yang menetap, tetapi stress berat dapat menyebabkan
kenaikan tekanan darah yang bersifat
sementara yang sangat tinggi. Jika periode stress sering terjadi maka akan
mengalami kerusakan pada pembuluh darah, jantung dan ginjal sama halnya seperti
yang menetap (Smith 1995).
DAFTAR PUSTAKA
Gunawan, Lany. 2001. Hipertensi
: Tekanan Darah Tinggi. Yogyakarta : Penerbit Kanisius.
Marvyn, Leonard. 1995. Hipertensi : Pengendalian
Lewat Vitamin, Gizi, dan Diet. Jakarta : Penerbit Arcan.
Peter, Semple. 1996. Tekanan
Darah Tinggi. Penerjemah : Meitasari Tjandrasa. Jakarta : Penerbit Arcan.
Smith, Tom. 1995. Tekanan
darah Tinggi : Mengapa Terjadi, Bagaimana Mengatasinya ?. Jakarta :
Penerbit Arcan.
Sobel, Barry J. 1999. Hipertensi
: Pedoman Klinis Diagnosa dan Terapi. Jakarta : Penerbit Hipokrates.